Jumat, 22 Mei 2009

Seorang gadis muslimah Inggris Rabu memenangi satu perjuangan hukum yang panjang melawan sekolahnya, yang telah melarangnya menggunakan pakaian tradisi Islam di kelas.

Dalam satu kasus yang potensial berimplikasi luas, Pengadilan Tinggi di London mengatakan bahwa Shabina Begum (15), telah secara tidak adil dikeluarkan dari sekolah karena memakai jilbab.

Sekolah Menengah Denbigh di Luton, sebelah utara London, juga telah melarang Begum -- yang diwakili oleh Cherie Booth, penasehat hukum isteri Perdana Menteri Inggris Tony Blair, -- dari haknya mempraktekkan ajaran agama kepercayaannya, kata para hakim.

Dalam satu perjuangan lewat hukum yang juga terjadi pada satu kontroversi yang belum lama ini dalam keputusan pemerintah Perancis yang melarang lencana keagamaan "mencolok" seperti jilbab di sekolah-sekolah, Pengadilan Tinggi awalnya memerintahkan pelarangan itu terhadap Begum Juni tahun lalu.

Namun, hakim ketua (Lord Justice) Henry Brooke membalik pertimbangan ini Rabu dan meminta Departemen Pendidikan memberitahukan ke sekolah-sekolah mengenai bagaimana mematuhi kewajiban mereka melalui undang-undang Hak Asasi Manusia (HAM).

Kepada pengadilan telah diberitahukan bahwa Begum, siswa asal Bangladesh yang bagus secara akademik dan bercita-cita menjadi seorang dokter, sebelumnya telah memakai Shalwar Kameez, satu bentuk pakaian celana panjang tradisi Asia Selatan di dalam satu jubah panjang.

Tetapi setelah berkembang ketertarikannya dalam Islam, ketika Begum tiba pada saat awal tahun akademi September 2002 menggunkan jilbab, disuruh pulang dan mengganti pakaian, namun dia menolaknya.

Sekolah Denbigh, di mana sekitar 80% siswanya adalah warga Muslim, berkilah bahwa wanita siswa Islam memiliki pilihan lain yang luas mengenai pakaian yang dapat mereka pakai, termasuk rok, celana panjang atau Shalwar Kameez.

Hanya Begum yang mendesak untuk menggunakan jilbab -- yang menurut sekolah berpotensi memiliki resiko keselamatan karena panjangnya -- dan pakaian seperti itu secara efektif telah dihindari, kata penasehat hukum sekolah itu.

Dalam naik banding Desember lalu, penasehat hukum hak-hak sipil terkemuka Booth berargumentasi bahwa hak-hak gadis itu telah dilanggar.

"Haknya untuk menunjukkan agama kepercayaannya seharusnya dihormati," kata Booth, yang menggunakan nama gadisnya dalam pekerjaannya.

"Saya mengatakan kebijakan kita adalah menghormati keanekaragaman, dan itu bukan kekuasaan publik untuk menilai kepercayaan mana yang lebih sah dibanding yang lain," katanya

0 komentar: